Pengantar Kurator
(Aku)lturasi
Perupa mengingat
sejarah lokal
Oleh: David
Budaya
lokal dapat dijangkau oleh masyarakat pada umumnya, perlahan-lahan
mentransformasi menjadi budaya kekinian, kolaborasi antara budaya lokal dan
budaya kekinian menghantarkan sebuah perubahan yang signifikan. Kebudayaan
lokal yang dahulu dianggap sakral.
Kebudayaan
juga dapat dipandang sebagai setting bagi tipe manusia yang bersifat normatif
bagi kelompoknya, dan melahirkan gaya hidup tertentu yang secara tipikal
berbeda dengan kelompok lainnya. Kebudayaan senantiasa dikaitkan dengan
sekelompok manusia yang mempunyai seperangkat nilai, sistem simbol dan
kepercayaan yang mengacu pada cita-cita tertentu.
Kebudayaan
ditransmisikan pada kelompok lain melalui proses inkulturasi yang pada saatnya,
akan menimbulkan pandangan baru yang khas dalam memandang dunia dengan bentuk
aturan-aturan yang dibakukan atas dasar konsesus bersama.
Sehingga
memberi peluang terciptanya pilihan-pilihan yang konsisten dan sistematik
berwujud gaya hidup, gaya pakaian, gaya bangunan dan gaya seni proses
pencampuran dua kebudayaan atau lebih saling bertemu dan saling mempengaruhi
disebut akulturasi (acculturation),yang
bermakna sebagai proses masuknya kebudayaan asing terhadap suatu masyarakat.
Sebagian
menyerap sedikit banyak unsur kebudayaan asing yang berbeda tersebut secara
selektif, dan sebagian menolak pengaruhnya. Salah satu akibat dari proses
pencampuran dua budaya adalah hibriditas.
Istilah
“hibrid” atau “hibrida” awalnya digunakan dalam bidang ilmu biologi untuk
menandai keturunan, yang berasal dari ras, jenis, varietas, spesies, generik
yang berbeda hibridisasi berarti persilangan dari populasi yang berbeda atau
proses perkawinan silang dari jenis yang berbeda.
Dalam
perkembangan selanjutnya, hibriditasi menjadi sebuah istilah yang diadopsi
dalam wacana budaya dan sering digunakan dalam studi poskolonialisme, terutama
tentang dampaknya pada daerah jajahan.
Secara
garis besar, hibriditas dapat diklasifikasikan menjadi tiga jenis. Pertama
pencampuran dua budaya karena pemaksaan, seperti budaya penjajah yang
didominasi budaya yang dijajah, sehingga menimbulkan dualisme atau hibriditas
antara budaya asli dan budaya kolonial.
Kedua,
adalah hibriditas yang terjadi dialektika antara budaya satu dan budaya lain. Ketiga
adalah hibriditas yang berbentuk perlawanan, yaitu hibriditas yang terjadi
sebagai reaksi budaya yang dijajah melawan budaya yang menjajah ( Rutherford,
1990: 208; Bhabha, 1994:112-115 ).
Kebudayaan merupakan
aktfitas dan perilaku sekelompok manusia dalam kesehariannya terlihat dari
sudut pandang sosial, politik, religius, pendidikan, seni dan pola pikir dalam
mencermati baik dan buruknya aktifitas.
Tingkah laku merupakan
satu - satunya akal sehat, karena etos dan pandangan dunia, antara gaya hidup/style
yang diterima dan struktur kenyataan yang diandaikan, terdapat sesuatu yang
dipahami sebagai kesesuaian yang mendasar antara pantas dan tidak pantas, baik
dan tidak baik sebuah kebiasaan sehari-hari dalam masyarakat saat ini.
Menempatkan budaya
lokal pada tempatnya, dan mengikuti perkembangan jaman serta tidak
menghilangkan nilai-nilai filosopi, simbol,kepercayaan dan tradisi kedaerahan
kedalam alam bawah sadar dan realita yang ada di masyarakat pada umumnya.
Hibriditasi silang
budaya antara budaya lokal dan budaya kekinian, menghasilkan budaya kontemporer
yang sering kali kita pandang absud dalam kaca mata masyarakat awam.
Kecenderungan
masayarakat saat ini lebih banyak menerima budaya kekinian dari pada mempertahankan
budaya lokal, kearipan lokal, kesetaraan, setatus sosial maupun keterbiasaan
sehari-hari cenderung terlihat dipaksakan untuk memenuhi kebutuhan kekinian,
gaya hidup/life style dalam aktifitas sehari-hari.
Dunia digital memaksa
kita untuk terus mengikuti perkembangan jaman, media informasi bisa langsung
diakses melalui media – media online mempermudah akses infromasi tersebut
bahkan komunikasi saat ini pun cenderung
sudah menggunakan jejaring sosial/mensos.
Mau tidak mau, sadar tidak sadar kita telah
digiring dalam arus globalisasi, semakin derasnya arus budaya barat, perlahan –
lahan terus menggusur budaya lokal yang
terjadi saat ini.
Kita selalu disajikan
dengan tontonan dengan berkedok budaya namun dengan pola pikir kekininan,
terbius dengan hal – hal yang menurut
kita absud dengan perspektif kehidupan sehari – hari.
Contoh konkritnya
ketika simbol-simbol dan pakem kedaerahan itu dilanggar oleh orang-orang tertentu
demi kepentingan sesaat dengan mengatasnamakan budaya kekinian, memutar balikan fakta yang ada pada saat ini.
Tidak bisa dipungkiri
bahwasanya arus budaya kekinian terus merambah pada masyarakat saat ini, kita
tidak bisa membendung budaya kekinian tersebut karena tuntutan zaman memaksa
untuk selalu mengikuti perkembangan zaman dengan tidak meninggalkan budaya
kedaerahan dengan mengedepankan Kearipan lokal.
Komentar
Posting Komentar